Kecerdasan buatan atau “artificial intelligence” kalau mau dijelaskan maka akan berbunyi demikian “simulasi proses kecerdasan manusia oleh mesin, terutama sistem komputer. Aplikasi khusus AI termasuk sistem pakar, pemrosesan bahasa alami, pengenalan suara, dan visi mesin”.
Jadi kecerdasan yang dimiliki oleh komputer adalah kecerdasan yang dibuat oleh manusia. Jadi bukan asli komputernya memiliki kecerdasan itu. Makanya disebut kecerdasan “buatan”. Not real, but fake. Tidak asli tapi palsu. Kasarnya demikian.
Kalo kita mau melihat sekeliling kita maka kita akan menjumpai berbagai hal yang bersifat “artificial” atau buatan atau tidak asli yang bertaburan menghiasi kehidupan kita saat ini.
Di pasar swalayan kita akan dengan gampang menjumpai produk “artificial sweeteners” atau pemanis buatan yang di-positioningkan sebagai pengganti gula untuk penderita diabetes.
Ada juga “artificial plant” atau tanaman buatan yang amat persis dengan tanaman aslinya. Saya pernah melihat sebuah pameran di Bangkok dimana dipamerkan berbagai macam tanaman buatan yang sulit dibedakan dengan tanaman aslinya.
Kalau mau didaftar maka masih banyak lagi barang “artificial” yang ada disekitar kita.
Ada juga “artificial beauty” atau kecantikan buatan. Aslinya tidak cantik tetapi dengan bantuan make-up akan menjadi amat cantik. Saya pernah berkata kepada anak-anak saya (Michelle dan Nina),”Sekarang ini amat sulit untuk bisa tahu bahwa seorang perempuan cantik yang kita lihat di mall, memang benar-benar cantik atau cuman amat bagus make-up nya”. Saya mengikuti instagram seorang teman yang bisnisnya adalah make-up. Di instagramnya dia sering menampilkan foto “before and after” hasil dari keahlian dia dalam me-make-up clientnya. Di foto itu saya melihat wajah perempuan biasa aja (atau boleh dikatakan tidak cantik, walaupun cantik itu relatif) pada kolom “before” dan pada kolom “after” saya melihat sebuah wajah yang kecantikannya sekelas dengan bintang film Mandarin. Dan itu adalah foto dari perempuan yang sama dan make-up yang membuat dia menjadi berbeda.
Tetapi yang jarang dibahas adalah “artificial person” atau manusia (pribadi) buatan. Karena ini lebih banyak lagi berada di masyarakat disekitar kita.
“Artificial person” atau manusia (pribadi) buatan adalah orang yang di depan khalayak umum nampak anggun dan amat santun tetapi di rumah dia bisa kayak setan. Di depan banyak orang dia seperti malaikat tetapi di kantornya dia mengalahkan Iblis tingkah lakunya.
Ini berbeda dengan orang yang berpenampilan agamawi tetapi apa yang keluar dari mulutnya saat di podium atau dikehidupan sehari-hari adalah kebencian dan memecah belah masyarakat. Yang jenis ini memang sudah rusak luar dalam, dengan kata lain memang rusaknya sudah bukan “artificial” tetapi asli.
Tepai ada jenis atau tipe “artificial person” atau pribadi buatan yang mengaku sebagai tokoh agama dengan perkataan seperti malaikat ketika di podium, tetapi begitu turun dari podium dia menjadi orang yang sama sekali berbeda. Yang keluar dari mulutnya adalah kebencian, menyebar gosip yang tidak benar tentang orang lain dan belum lagi apa yang dilakukan membuat setan pun malu.
Tipe “pribadi buatan” yang seperti ini makin hari makin banyak ada disekeliling kita.
Nah kalau kita saat berbicara dengan anggota keluarga kita (istri, suami, anak) dengan amat kasar, tetapi diluar rumah kita bisa bersikap sangat santun dan halus, maka kita adalah orang dengan kepribadian buatan. Demikian juga saat kita bicara dengan pegawai atau bawahan kita dengan amat kasar dan memperlakukan mereka dengan kejam, dan diluar perusahaan kita bicara dan tampil bagai orang bijak, maka kita memiliki kepribadian buatan.
Which one are you? Anda yang mana?
(Joseph Pratana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar