
"Tidak belajar, tapi menurun dari nenek saya." jawabnya sambil tetap memijat telapak kaki saya dengan jari-jari tangannya yang serasa seperti kayu di telapak kaki saya.
Percakapan ini terjadi pada tanggal 10 Maret 2016, saat saya ada dilokasi shooting di daerah Kelapa Gading, Jakarta, untuk pembuatan iklan tv yang lagi saya tangani. Produser yang menjadi langganan saya, selalu menyediakan seorang pemijat refleksi setiap kami melakukan shooting iklan. Sehingga kami bisa bergantian dipijat refleksi di sela-sela waktu kami shooting. Dan kali ini saya mendapat kesempatan untuk yang pertama dipijat.
Usianya sudah hampir 30 tahun dan dari caranya bertutur kata, amat kelihatan bahwa pendidikan yang dia miliki tidak rendah rendah sekali. Dia mempunyai latar belakang pendidikan informatika dan sempat bekerja disebuah perusahaan dari grup usaha yang besar di Kalimantan. Setelah itu dia pindah ke Jakarta dan bekerja di sebuah perusahaan asuransi.
"Nenek saya meminta saya untuk meneruskan keahlian memijat refleksi ini untuk menolong orang", sambung dia.
"Terus keahlian memijat ini kok bisa nurun ke anda ini bagaimana caranya?", tanya saya ingin tahu.
"Awalnya nenek saya meminta saya untuk memijat kakinya sambil memberi petunjuk. Setelah itu saya nyoba nyoba untuk memijat teman yang lagi sakit dan tahu-tahu saya bisa memijat refleksi", kisah dia lagi.
"Kok bisa gitu ya?", saya merasa heran.
"Iya, ini bukan saja terjadi pada diri saya. Tapi juga kepada saudara-saudara saya yang lainnya." lanjut dia.
Dan dia bercerita akhirnya dia meninggalkan pekerjaannya di asuransi untuk bekerja sepenuhnya sebagai pemijat refleksi karena dia merasa dapat menolong orang lain.
"Bagi saya, pak, dalam bekerja saya mempunyai prinsip, yaitu: mau dan tidak malu. Itu saja dah", kata dia kepada saya.
Kata-katanya dia yang satu ini melekat di hati saya. Karena ini menyiratkan sebuah filosofi hidup yang amat benar dan amat menginjak bumi.
Untuk hidup, orang harus bekerja. Orang tidak bisa bermalas-malas untuk bisa hidup layak, kecuali dia adalah anak orang kaya atau anak konglomerat.
Dan untuk bekerja, orang harus punya kemauan untuk MAU bekerja. Karena banyak orang yang ingin bekerja dan ingin punya pekerjaan tetapi tidak punya kemauan untuk bekerja. Tanpa adanya kemauan untuk bekerja, maka semua keinginan untuk memiliki pekerjaan atau bekerja adalah mimpi disiang hari.
Dan yang berikutnya adalah TIDAK MALU. Banyak orang yang sudah mau untuk bekerja tetapi ketika akan mengerjakan pekerjaan yang ada, putus ditengah jalan karena malu dengan bentuk atau jenis pekerjaan itu. Ini berkaitan dengan yang namanya gengsi.
Selama pekerjaan yang kita lakukan adalah benar, tidak melanggar aturan dan moral, dan tidak menyalahi orang lain, maka kita tidak perlu merasa malu. Malu karena gengsi atau jaim (jaga image, istilah jaman sekarang) , dalam bekerja harus kita tinggalkan dan buang jauh-jauh.
Saya ingat cerita seorang teman yang bekerja di sebuah bank. Saat Indonesia dilanda krisis moneter (krismon) tahun 90 an, salah seorang nasabah yang dia kenal jatuh bangkrut. Nasabah itu kehilangan bisnis dan asset yang dia miliki. Dan untuk bertahan hidup, nasabah tersebut berjualan pangsit mie. Dan nasabah itu mendatangi bank dimana teman saya bekerja dan menawarkan pangsit mie nya kepada semua yang bekerja di bank itu. Dan teman saya bercerita bahwa semua yang bekerja di bank memesan pangsit mie yang ditawarkan, karena mereka salut dengan etos kerja yang ditunjukkan oleh bekas nasabah itu. Yang dulunya datang ke bank dengan mobil mewah sebagai seoran bos sebuah perusahaan dan sekarang datang hanya naik sepeda motor dan berjualan pangsit mie, tetapi tidak malu untuk menjalankan usahanya untuk bertahan hidup.
"Pokok MAU dan TIDAK MALU dalam bekerja, pak, orang pasti bisa bertahan hidup", kata pemuda pemijat refleksi itu.
Gengsi sering menjadi penghalang besar dalam kita bekerja. Gengsi menjadi penghambat impian untuk menjadi kenyataan. Gengsi adalah jalan tol menuju kehancuran.
Jadi perlu diingat, jika satu hari kita akan memulai satu usaha (yang benar, tidak melanggar hukum, moral dan etika) dan timbul rasa "malu" untuk melakukannya, maka "malu" mempunyai arti: "matilah elu"
-------------
Foto diambil dari: http://www.konsultankolesterol.com/wp-content/uploads/2013/07/pijat-refleksi.jpg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar